Minggu, 18 Januari 2009 03:29
Jakarta | Harian Aceh—Kurang dari dua bulan setelah dilantik, Barack Obama akan menginjakkan kaki di Indonesia. Kecuali bernostalgia, dia berusaha mengambil simpati umat Islam. Itu bisa terjadi lewat cara pandang ekonominya. Barack Obama, Selasa (20/1), dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat. Politisi Partai Demokrat itu jadi presiden kulit berwarna hitam pertama yang memimpin negara adidaya itu. Beruntung bagi Indonesia, Obama akan menjadikan ranah Nusantara ini sebagai salah satu negara awal yang dikunjunginya.
Obama rencananya akan datang ke Indonesia pada 2 Maret. Selain mengunjungi negara tempat tinggal dia di saat kecil, Obama juga akan mengambil simpati umat Islam dengan menghadiri Forum Ekonomi Islam Dunia (WIEF). Rencananya, Obama didaulat menjadi pembicara bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kehadiran Obama tersebut diperkirakan bakal menjadi daya tarik tersendiri bagi even tahunan Islam yang sebelumnya digelar di Kuwait tersebut. Namun demikian, padatnya jadwal Presiden AS ke-44 tersebut membuat pihak panitia menyiapkan berbagai antisipasi. Termasuk bila Obama berhalangan datang.
Wakil Ketua Komite WIEF V, Tanri Abeng menjelaskan undangan kepada Obama untuk datang ke acara ini sudah dikirimkan. “Kalau tidak berhalangan, dia akan datang. Kalau tidak bisa, ya lewat teleconference,” katanya.
Tanri mengungkapkan, WIEF di Jakarta tahun ini merupakan penyelenggaraan yang kelima kali, setelah sebelumnya diadakan di Malaysia, Pakistan, Malaysia, dan Kuwait. Acara tersebut dibentuk sebagai sarana dialog melalui kerja sama bisnis antara pengusaha Muslim dan Non-Muslim dari seluruh dunia.
WIEF juga menjadi sarana untuk menyelesaikan masalah dan isu-isu penting dunia saat ini. “Obama akan menjadi pembicara di hari pertama,” tuturnya.
Sementara Ketua Komite WIFE, Dato Tun Musa Hitam mengatakan bahwa dalam kurun waktu empat bulan terakhir, perekonomian global sedang mengalami kemerosotan.
Kondisi ini sebagai akibat dari efek ekonomi domino, kontrol aset yang berlebihan, utang dalam jumlah besar, kemerosotan ekspor, serta pemberhentian tenaga kerja secara massal. “Kita akan bertukar pikiran, bagaimana krisis finansial dapat dihentikan,” lanjut mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia itu.
Dia menyadari bahwa saat ini isu politik dan keamanan antara negara-negara muslim dan non-muslim sedang menghangat. Itu sebagai akibat konflik antara Palestina dan Israel. Untuk itu, pihaknya akan membatasi pembicaraan dalam acara WIEF, hanya dalam konteks ekonomi.
“Saya sadar acara ini bisa menjadi kekuatan bagi negara-negara Islam, tapi supaya jangan melenceng, kita tidak ingin membicarakan hal lain di luar masalah ekonomi,” pungkasnya.(inc)